Ambisi ASEAN membentuk MEA salah satunya didorong oleh perkembangan
eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan
menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan
negara-negara ASEAN. Saat ini saja, berdasarkan Laporan Bank Dunia (2014),
dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dolar internasional, ekonomi ASEAN
menyumbang 6 persen terhadap PDB global. Hal ini menjadikan ASEAN sebagai blok
ekonomi terbesar kelima di dunia setelah NAFTA (20 persen), EU (17 persen),
China (16 persen), dan India (7 persen). Sedangkan dari sisi internal kawasan,
krisis keuangan Asia pada tahun 1997/1998 memberikan motivasi lebih lanjut
terhadap agenda integrasi regional guna membangun ketahanan yang lebih kuat
menghadapi ketidakstabilan keuangan makro. Selain itu, ASEAN juga memiliki
pertumbuhan kelas menengah berusia muda yang sangat pesat yang dapat memberikan
sumber pertumbuhan baru di kawasan ini.
Apa itu Masyarakat
Ekonomi Asean?
Lebih dari satu dekade lalu, para
pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara
pada akhir 2015 mendatang.
Ini dilakukan agar daya saing Asean
meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing.
Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Pembentukan pasar tunggal yang
diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan
satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di
seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
Terdapat empat hal yang akan menjadi
fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk
Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan
sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan
pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal
dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari
satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan
ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan
yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual
Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce.
Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat
perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen;
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi
yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double
Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai
kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan
pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan
ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini,
kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan
kemampuan, keuangan, serta teknologi.
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara
penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk
meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan
ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan
pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara
Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan
partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk
terintegrasi secara global.
Berdasarkan ASEAN Economic
Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan
antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan
meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan
konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok
perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan
importir non-ASEAN.
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi
kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang
bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor
yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul
tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang
diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu,
tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition
risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir
dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam
bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia
sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat
menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI)
yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi,
penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital)
dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi
tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia
masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan
tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam
oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki
jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak
tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat
merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di
Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan
sumber daya alam yang terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat
kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak
tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka
ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari
pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan
tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk
mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat
memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi Indonesia. Dilihat
dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan
tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi
industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat
keempat di ASEAN (Republika Online, 2013).
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia
memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri
sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki
banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah
diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan
dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi
risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara
otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara
fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya
peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di
Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di
tahun 2015 mendatang.
Referensi
Nama : Prihadi Kuntoro
NPM : 16113918
Kelas : 2KA16
No comments:
Post a Comment